Program Pemantapan Nilai-nilai Kebangsaan angkatan (PNNK) ke-221 Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia Tahun 2025 diikuti 100 peserta meliputi unsur birokrat, akademisi, tokoh masyarakat, organisasi profesi dan TNI Polri.
Dibuka oleh Gubernur Lemhannas, Dr. H. TB.Ace Hasan Syadzily M.Si, pada 26 September 2025 di Hotel Papandayan Bandung, sebagai wujud manifestasi merajut kebhinekaan dalam rangka mewujudkan Indonesia Emas.
Lebih lanjut Dr. H. TB.Ace Hasan Syadzily M.Si, berpesan kegiatan ini sangat penting untuk menyalakan spirit kebangsaan di tengah dinamika global yang penuh tantangan. Indonesia adalah negara besar yang perlu ikhtiar keras dalam merajut kebhinekaan menjadi kekuatan inovatif bangsa.
Gubernur Lemhannas menegaskan “Masing-masing era memiliki tantangan sendiri-sendiri. Karenanya pemantapan nilai-nilai kebangsaan, mencintai negara dengan memijakkan pada ideologi bangsa adalah kunci kokoh menatap masa depan yang gemilang.

Negara-negara besar yang tumbuh dan berkembang karena menjaga nilai-nilai kebangsaan secara kukuh. “Indonesia dibangun dengan spirit dan nilai-nilai kebangsaan. Bhineka Tunggal Ika yang merupakan semboyan yang harus terus kita jaga,”
Lemhannas RI sebagai center of excellence yang didirikan oleh Presiden Soekarno memiliki peran memastikan ketahanan nasional bangsa Indonesia hadir. Sekaligus sebagai kawah candradimuka “tempat penggemblengan” pimpinan nasional di segala bidang.
Gubernur Lemmhannas berpesan kepada seluruh alumni PPNK 21 Lemhannas untuk memikul tanggung jawab strategis dalam menyalakan narasi Indonesia Hebat, menginternalisasikan dan mewujudkannya dalam karya nyata di bidang pengabdiannya masing masing.
Di tengah derasnya arus digital, polarisasi politik, dan ancaman disintegrasi bangsa, alumni dituntut menjadi penjaga ideologi, penggerak harmoni sosial, serta teladan dalam komunikasi kebangsaan sebagai solusi merawat negri.
Alumni Lemhannas juga harus mampu menjembatani kepentingan yang beragam, memperkuat etika demokrasi, sekaligus memastikan bahwa narasi kebangsaan hadir bukan hanya di ruang formal, tetapi juga di ruang publik dan digital.
Sementara, Deputi Bidang Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan Lemhannas, Mayor Jenderal TNI Dr. Rido Hermawan, M.Sc., Dalam pesannya mengutip ungkapan sufistik “man arofa robbahu faqod ‘arofa nafsahu” barangsiapa yang mengenal dirinya, maka akan mengenal tuhannya.
Sejalan dengan filosofi jatidiri bangsa Indonesia yang menempatkan nilai-nilai spiritualitas, kemanusiaan, dan kearifan lokal sebagai fondasi kehidupan. Kesadaran diri (self-awareness) bukan hanya urusan pribadi, melainkan juga kesadaran kolektif tentang siapa kita sebagai bangsa.
Jatidiri bangsa yang berakar pada Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika akan lebih kokoh bila setiap individu mampu memahami dirinya, dan mampu mengendalikan ego, dan menempatkan diri sebagai bagian dari solusi bangsa.
Di sinilah self-awareness dapat menjadi superpower yang membimbing bangsa Indonesia tidak larut dalam arus globalisasi yang mereduksi identitas. Maka, mengintegrasikan spiritualitas, kesadaran diri, dan nilai kebangsaan bukan hanya pilihan, tetapi kebutuhan untuk menjaga Indonesia tetap kuat, bermartabat, dan relevan di era disrupsi.
Komunikasi Kebangsaan : Api yang Menyalakan Indonesia Hebat
Bangsa Indonesia kini sedang berada dalam pusaran era turbulensi global, di mana ketidakpastian, polarisasi, dan krisis kepercayaan mudah menyulut perpecahan. Indonesia memerlukan narasi besar yang dapat merawat persatuan, memperkuat identitas, dan menggerakkan energi kolektif untuk menghadapi tantangan.
Narasi itu hadir melalui konsepsi komunikasi kebangsaan yang dikontruksi bukan sekadar alat pertukaran pesan, melainkan fondasi strategis untuk menjaga keutuhan bangsa.
Menyalakan “Narasi Indonesia Hebat” berarti menghadirkan komunikasi kebangsaan yang menguatkan persatuan, menyalakan semangat gotong royong, dan memberi arah pada cita-cita bersama.
Soekarno pernah berkata, “Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak pernah melupakan sejarahnya.” Sejarah Indonesia adalah kisah tentang persatuan dalam keragaman, tentang keberanian melawan penjajahan, dan tentang solidaritas dalam membangun negeri.

Tetapi sejarah juga menuntut keberlanjutan narasi Indonesia tidak boleh berhenti pada masa lalu, ia harus dinyalakan kembali dalam konteks zaman dan spirit baru yang tidak tercerabut dari jatidiri dan akar budaya bangsa
Menyalakan narasi Indonesia Hebat, bermakna menghadirkan komunikasi kebangsaan dalam empat ranah utama. Pertama, ranah ideologis, dengan menyalakan nilai nilai Pancasila sebagai api yang menerangi kehidupan berbangsa. Kedua, ranah sosial-kultural, dengan menyalakan dialog lintas identitas yang membuat keragaman menjadi harmoni dan berkah bukan perpecahan.
Ketiga, ranah politik, dengan menyalakan komunikasi yang demokratis yang sehat, rasional, dan etis, agar politik tidak terjebak dalam polarisasi. Keempat, ranah global, dengan menyalakan citra Indonesia sebagai bangsa yang damai, moderat, dan beradab dalam pergaulan internasional.
Termasuk menjawab tantangan dari ruang digital. Media sosial telah menjadi media menyalakan narasi kebangsaan, tetapi sekaligus ladang subur bagi hoaks, ujaran kebencian, dan propaganda sektoral. Jika tidak dikendalikan, nyala narasi kebangsaan bisa padam oleh api kebencian.
Karena itu, literasi digital, etika komunikasi, dan ruang dialog publik harus menjadi prioritas. Narasi Indonesia Hebat tidak cukup hanya dinyalakan di ruang pidato pejabat, tetapi harus menyala di ruang-ruang publik dan virtual tempat generasi muda dan masyarakat berkumpul.
Nurcholish Madjid mengingatkan, “Kemajemukan adalah anugerah yang harus dikelola, bukan masalah yang harus dihindari.” Di sinilah peran komunikasi kebangsaan bukan menyeragamkan perbedaan, melainkan menyalakan cahaya harmoni di tengah keragaman. Indonesia Hebat adalah Indonesia yang menyala karena keberagaman yang dikelola dengan bijak.
Api narasi kebangsaan tidak bisa dijaga oleh negara saja. Ia harus dinyalakan bersama oleh media, akademisi, masyarakat sipil, komunitas, pengusaha dan generasi muda. Media harus menyajikan berita yang mencerahkan, bukan sekadar sensasi.
Akademisi perlu memberi kerangka kritis agar bangsa ini tidak terjebak dalam retorika kosong. Generasi muda, dengan kreativitasnya, harus menyalakan api komunikasi kebangsaan di ruang digital, menggantikan kebencian dengan inspirasi, dan mengganti perpecahan dengan kolaborasi.
Visi Indonesia Emas tidak akan pernah tercapai tanpa api narasi kebangsaan yang terus menyala. Menyalakan Narasi Indonesia Hebat berarti menyalakan harapan, menyalakan solidaritas, dan menyalakan keberanian untuk melangkah bersama. Sebab, sebuah bangsa akan terus hidup selama apinya tidak padam.

Alumni PPNK 221, mendukung konsepsi Komunikasi Kebangsaan karya akademisi UNPAS yang tengah proses editing, bukan hanya sekadar karya akademik, tetapi sebuah tawaran pemikiran yang untuk didesiminasikan sebagai tawaran wacana narasi solusi besar bangsa menghadapi era turbulensi.
Komunikasi kebangsaan memiliki fungsi strategis, untuk menghubungkan nilai dengan aksi, menyatukan perbedaan dalam harmoni, serta menjadi pedoman praktis menghadapi disrupsi sosial dan politik, yang mudah merobek persaudaraan dan nilai kemanusiaan.
Alumni PPNK 221 berkomitmen menjadikan komunikasi kebangsaan sebagai kompas moral dan kultural. Sebab di balik kata tersimpan makna, di balik dialog tersimpan harapan, dan di balik narasi tersimpan kekuatan untuk menyatukan.
Alumni hadir bukan sekadar sebagai saksi perjalanan bangsa, tetapi sebagai pelaku sejarah yang menyalakan api Indonesia Hebat—dengan gagasan yang mencerahkan, karya yang menggerakkan, dan aksi nyata yang memberi kehidupan dan kemaslahatan bagi masyarakat
Komunikasi kebangsaan bukan hanya jembatan kata di tengah pusaran zaman yang penuh turbulensi, komunikasi kebangsaan hadir sebagai cahaya mengikis gelapnya perpecahan, menyatukan keragaman menjadi harmoni, dan meneguhkan jatidiri bangsa, agar Indonesia tidak sekadar bertahan, tetapi terus tumbuh dalam kebersamaan.
Semoga niat mulia ini dimudahkan, sehingga setiap langkah menjadi amal, setiap suara menjadi cahaya, dan setiap karya menjadi persembahan terbaik bagi negeri. Merdeka!
Penulis : Dr. Eki Baihaki, M.Si,
Dosen Magister Komunikasi Pascasarjana UNPAS, Alumni PPNK 21, Wisesa Utama Wanntanas dan Pengurus Forum Pembauran Kebangsaan Jawa Barat
Discussion about this post