• Beranda
  • Blog
  • Halaman Utama
  • Home
  • Home 1
  • Home 2
  • Home 3
  • Home 4
  • Home 5
  • Home 6
  • Info Aktual
  • Dentang Artipena
  • TPKSDA Citarum
  • PPNK 221 Lemhanas
  • MCJJ Istimewa
  • Kajian Akademisi
  • TBM Smart Garden
  • Info FPK Jabar
  • ICMI Cimahi
  • Perhumas Bandung
  • IDIK Unpad
  • Pustaka
No Result
View All Result
  • Info Aktual
  • Dentang Artipena
  • TPKSDA Citarum
  • PPNK 221 Lemhanas
  • MCJJ Istimewa
  • Kajian Akademisi
  • TBM Smart Garden
  • Info FPK Jabar
  • ICMI Cimahi
  • Perhumas Bandung
  • IDIK Unpad
  • Pustaka
No Result
View All Result
No Result
View All Result
  • Info Aktual
  • Dentang Artipena
  • TPKSDA Citarum
  • PPNK 221 Lemhanas
  • MCJJ Istimewa
  • Kajian Akademisi
  • TBM Smart Garden
  • Info FPK Jabar
  • ICMI Cimahi
  • Perhumas Bandung
  • IDIK Unpad
  • Pustaka
Home Info FPK Jabar

Prasangka Baik “Husnudzon” sebagai Etika Komunikasi Kebangsaan

admin by admin
Oktober 16, 2025
in Info FPK Jabar
Prasangka Baik “Husnudzon” sebagai Etika Komunikasi Kebangsaan
3
VIEWS

“Tatkala engkau melihat keburukan pada manusia, bisa jadi hanyalah pantulan dari cermin dirimu.
Bersihkan cerminmu, maka engkau akan melihat cahaya kasih di wajah orang lain”

Di tengah derasnya arus informasi dan maraknya polarisasi opini, bangsa kita membutuhkan sesuatu yang lebih dari sekadar literasi digital, yaitu literasi hati. Prasangka baik, khusnudzon dalam bahasa Islam adalah fondasi moral untuk membangun komunikasi kebangsaan yang sehat.

Khusnudzon memberi fondasi spiritual bagi dialog lintas iman, lintas budaya, dan lintas pandangan politik. Akan menuntun kesediaan untuk “mendengar dengan hati” (listening with the heart), bukan sekadar menunggu giliran bicara. Selaras dengan Pancasila, yang menempatkan kemanusiaan dan keadilan sebagai poros kehidupan bersama.

Prasangka baik atau khusnudzon adalah cahaya yang menuntun setiap percakapan menuju pengertian. yang menyalakan lentera kepercayaan di antara sesama anak bangsa, menyingkirkan gelapnya curiga, dan menumbuhkan kembali keyakinan bahwa kita masih bisa berbicara dengan kasih, bukan amarah.

Dalam tradisi tasawuf, khusnudzon memiliki akar spiritual yang mendalam. Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menjelaskan bahwa berbaik sangka adalah buah dari hati yang bersih dan yakin pada kasih sayang Allah.

Menurut Ibn ‘Arabi, bahwa seluruh ciptaan adalah tajalli (penampakan) dari sifat-sifat Ilahi, sehingga menghormati manusia berarti menghormati Tuhan yang hadir dalam dirinya. Khusnudzon, dalam tasawuf, dimaknai bukan sekadar sikap sosial, tetapi jalan menuju ma’rifah, pengenalan hakiki terhadap kasih Allah.

Komunikasi yang dilandasi cinta dan prasangka baik akan menjadi dzikr kebangsaan, setiap kata akan menjadi doa, setiap dialog menjadi ibadah. Inilah yang disebut R.A. Nicholson sebagai mystic humanism dalam sufisme: keinsafan bahwa hubungan dengan manusia adalah jalan menuju hubungan dengan Tuhan.

Tanpa prasangka baik, dialog mudah berubah menjadi debat, kritik menjadi caci, dan perbedaan menjadi permusuhan. Di media sosial, prasangka sangat mudah beranak-pinak, tumbuh dari potongan video, dari kalimat yang dipelintir, dari bisikan yang tak diverifikasi.

Kita hidup di era ketika kecepatan menggantikan kedalaman, dan kecurigaan lebih cepat menular daripada kepercayaan. Namun bangsa yang besar tidak lahir dari kecurigaan, melainkan dari kepercayaan. Dan kepercayaan tidak mungkin tumbuh tanpa prasangka baik yang menuntun hati untuk melihat sesama dengan kasih dan pengertian.

Berbaik sangka mengajarkan manusia untuk menunda penghakiman, mencari makna sebelum menilai, dan memahami konteks sebelum bereaksi. Dalam tradisi Islam, khusnudzon adalah cabang dari iman; sedangkan dalam konteks kebangsaan, ia adalah pondasi harmoni sosial dan etika komunikasi publik.

Khusnudzon bukan sekadar sikap batin yang pasif atau naif, melainkan falsafah komunikasi yang aktif dan membangun,  berakar pada kesadaran bahwa setiap manusia memiliki niat baik dan potensi kebaikan yang patut dihargai. Dalam konteks komunikasi kebangsaan, khusnudzon akan memperkuat kohesi sosial di tengah perbedaan.

Dalam bingkai Pancasila, khusnudzon menjadi energi moral yang menumbuhkan saling percaya (mutual trust) dan rasa hormat di tengah perbedaan. Ia mengajarkan bahwa keberagaman bukan ancaman, melainkan peluang untuk saling melengkapi.

Dalam konteks komunikasi kebangsaan, khusnudzon melahirkan tiga nilai dialogis utama yaitu : empati komunikasi, kesabaran hermeneutik, dan tawadhu intelektual. Dengan berbaik sangka, dialog kebangsaan menjadi ruang perjumpaan batin tempat nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan saling menyapa.

Empati Komunikasi

Seorang komunikator yang berkhusnudzon tidak terburu-buru menilai, dan menghakimi tetapi berusaha menangkap makna di balik kata. Empati bukan sekadar kemampuan kognitif memahami pesan, tetapi juga kesediaan emosional untuk merasakan apa yang dirasakan orang lain.

Dalam masyarakat yang majemuk, empati menjadi jembatan yang menghubungkan hati, mengikis prasangka, dan menumbuhkan rasa kebersamaan. Khusnudzon mengajarkan bahwa setiap pandangan lahir dari pengalaman dan latar yang berbeda. Dengan memahami itu, kita belajar menunda penghakiman dan memperluas cakrawala berpikir.

Nilai ini sejalan dengan ajaran para sufi tentang basirah, pandangan batin yang menembus bentuk luar menuju hakikat kebenaran. Dalam praktik komunikasi kebangsaan, kemampuan ini membantu kita berdialog tanpa rasa curiga, dan berdebat tanpa permusuhan.

Khusnudzon mendorong kita untuk melihat perbedaan bukan sebagai tembok, melainkan sebagai taman yang memperkaya. Dalam semangat ini, dialog lintas iman, budaya, dan pandangan politik pun menjadi sarana membangun kepercayaan publik yang sehat, sebuah modal sosial yang amat berharga bagi ketahanan bangsa.

Kesabaran hermeneutic

Seorang komunikator harus memiliki kesediaan untuk membaca makna yang tersembunyi di balik teks dan tindakan. Dalam khazanah komunikasi kebangsaan, kesabaran ini menjadi landasan untuk memahami bahwa setiap ujaran, simbol, maupun perbuatan sosial lahir dari konteks kultural, sejarah, dan pengalaman tertentu.

Kesabaran hermeneutic, menunutut tidak terburu-buru menafsirkan, melainkan menelusuri lapisan makna di balik perbedaan kata dan sikap. Sikap ini menggemakan ajaran pemikir hermeneutik seperti Hans-Georg Gadamer, yang menekankan pentingnya “peleburan cakrawala” (fusion of horizons)

Peleburan cakrawala, yaitu pertemuan antara dunia makna pembicara dan pendengar. Dalam tradisi Islam, kesabaran hermeneutik juga berakar pada semangat tafakkur dan tadabbur, yakni perenungan mendalam terhadap tanda-tanda Tuhan dalam teks maupun realitas kehidupan.

Dengan kesabaran ini, komunikasi lintas iman, budaya, dan politik dapat melampaui perdebatan permukaan menuju dialog yang memulihkan martabat kemanusiaan, menyatukan harapan dan komitmen sesama anak bangsa untuk menyalakan optimisme Indonesia emas 2045.

Kesabaran hermeneutik mengajarkan bahwa memahami sesama anak bangsa tidak cukup dengan mendengar kata-katanya saja, tetapi juga membaca luka, harapan, dan sejarah yang melatarinya. Adalah seni untuk “mendengar dengan mata hati”, agar percakapan kebangsaan tidak terjebak pada tafsir sempit yang mudah menyulut amarah.

Tawadhu intelektual

Seorang komunikator yang baik, memiliki kerendahan hati untuk mengakui keterbatasan pengetahuan dan kesiapan menerima kebenaran dari pihak lain. Dalam khazanah spiritual Islam, tawadhu bukan sekadar sikap sopan, melainkan kesadaran eksistensial bahwa manusia tidak pernah memiliki kebenaran secara mutlak.

Setiap pandangan hanyalah serpihan dari cahaya kebenaran yang lebih besar. Dalam konteks komunikasi kebangsaan, tawadhu intelektual mengajarkan bahwa dialog bukan arena untuk memenangkan argumen, tetapi ruang bersama untuk menyingkap makna dan membangun pengertian.

Sikap ini menumbuhkan budaya diskusi yang sehat, di mana orang tidak mudah menghakimi, tidak merasa paling benar, dan mau belajar dari siapa pun. Dalam praktik politik, ia menjadi dasar etika deliberatif; panduan untuk menyajikan informasi dengan jujur dan berimbang; dan  menjadi pupuk bagi tumbuhnya saling hormat dan saling percaya.

Tawadhu intelektual selaras dengan nilai-nilai Pancasila, terutama sila kedua dan ketiga—kemanusiaan yang adil dan beradab, serta persatuan Indonesia. Ia memanggil kita untuk merawat kebangsaan dengan jiwa rendah hati, menyadari bahwa kebenaran hanya bisa tumbuh bila setiap orang bersedia mendengarkan dan belajar satu sama lain.

Dari ketiga nilai ini, khusnudzon menampakkan dimensi aksiologis—yakni nilai dan orientasi moral yang menuntun perilaku kebangsaan. Ia bukan hanya etika komunikasi, tetapi juga komitmen spiritual untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045.

Sebab bangsa besar tidak hanya dibangun oleh kecerdasan dan kekayaan sumber daya, tetapi oleh kebajikan moral warganya. Khusnudzon menumbuhkan kepercayaan sosial (social trust), memperkuat kohesi nasional, dan menghidupkan semangat gotong royong yang menjadi DNA bangsa Indonesia.

Menuju Indonesia Emas, khusnudzon menjadi pilar komunikasi kebangsaan yang berorientasi pada kemaslahatan, bukan kebencian; pada kerja sama, bukan perpecahan. Ia meneguhkan kembali jiwa Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pada akhirnya, khusnudzon adalah bentuk cinta kepada kebenaran, kepada sesama, dan kepada tanah air. Merawat Indonesia bukan hanya urusan politik dan hukum, tetapi juga urusan hati. Untuk saling percaya, saling mendengar, dan saling menghormati dalam keberagaman yang dirahmati untuk kemajuan dan kemuliaan Indonesia. Semoga !


Dr. Eki Baihaki
Dosen Pascasarjana Universitas Pasundan

Tulisan Terkait

No Content Available

Discussion about this post

Terkini

Prasangka Baik “Husnudzon” sebagai Etika Komunikasi Kebangsaan

Prasangka Baik “Husnudzon” sebagai Etika Komunikasi Kebangsaan

Oktober 16, 2025
“Siliwangi” Filosofi Nilai Komunikasi Kebangsaan Merawat Harmoni Negri

“Siliwangi” Filosofi Nilai Komunikasi Kebangsaan Merawat Harmoni Negri

Oktober 13, 2025
Dirgahayu TNI ke 80 Momentum Meneguhkan Komunikasi Kebangsaan

Dirgahayu TNI ke 80 Momentum Meneguhkan Komunikasi Kebangsaan

Oktober 4, 2025
Komitmen PPNK 221 Menyalakan Api Indonesia Hebat

Komitmen PPNK 221 Menyalakan Api Indonesia Hebat

Oktober 4, 2025

Menyajikan berita dan artikel yang informatif, edukatif & kolaboratif

© 2025 DentangId

No Result
View All Result

© 2025 DentangId