Lebih dari lima tahun program Citarum harum berjalan, masyarakat peduli Citarum masih merasakan “Patah hati” melihat masih ada masyarakat dan industri tanpa dosa membuang sampah dan limbah ke sungai Citarum dan melihat pemangku kepentingan yang jumlahnya banyak, namun baru sebagian kecil yang terlihat dan berkarya nyata bagi Citarum.
Sinergi Pentahelix sebagai formula strategi suksesnya Citarum Harum telah mampu menghadirkan energi besar masyarakat Jawa Barat dari berbagai kalangan untuk terlibat aktif tidak hanya unsur Pemerintah dan Bisnis, juga unsur Akademisi, Komunitas dan Media dalam menghijrahkan dan menjaga Citarum tetap harum.
Namun sinergi antar unsur Pentahelix saat ini dirasakan mulai memudar dan belum berjalan efektif, karena masih kuatnya ego sektoral dan belum ada soliditas di unsur pemerintah pusat, daerah, kementrian dan lembaga. Spirit pentahelix perlu direvitalisasi kembali untuk hadirkan inovasi dan kolaborasi.
Berharap Citarum tidak hanya sekedar proyek fisik semata, namun dapat dikembangkan menjadi filosofi nilai dan kearifan lokal dalam merawat alam. Termasuk telah menjadi laboratium alam, objek pengabdian civitas akademika perguruan tinggi Jawa Barat
Diperlukan komitmen dan aksi nyata signifikan, mengingat masih ada beragam masalah yang menyertai agar terwujud kesinambungan program pemeliharaan. Komitmen dan keberperanan unsur pentahelix (Akademisi, Pemerintah, Komunitas, Media dan unsur Bisnis) masih bersifat fluktuatif, baru sebagian kecil unsur yang berperan signifikan yang terlihat dan terasakan.
Penangan Citarum harus terstruktur, sistematis dan masiv serta diperlukan total action bersama sesuai dengan kearifan lokal. Unsur pemerintah pusat dan daerah selaku pemangku tugas utama yang memiliki kebijakan, anggaran dan program harus berperan lebih signifikan, mau dan mampu mengajak unsur lainnya yaitu akademisi, komunitas, media dan unsur bisnis secara lebih subtantif tidak sekedar akesories atau sekedar objek dalam keberperan sertaanya.
Salah satu permasalahan utama Citarum adalah sampah yang dibuang di sungai Citarum. Harus ada solusi dari sumber akar masalahnya. Diperlukan inovasi dan kolaborasi program dalam mengatasi sampah domestik, sampah industri, sampah perikanan dan peternakan secara bersama-sama dengan melibatkan masyarakat dan industri serta unsur lainnya secara kolaboratif.
Akademisi, media dan komunitas dapat mengambil peran strategis sebagai Advokator Publik Citarum untuk menjawab masih lemahnya kebijakan publik (political will) pusat dan daerah yang berpihak pada kelestarian alam termasuk kepada konservasi sungai. Sebagai advokator publik Citarum, Akademisi, Media dan Komunitas adalah kekuatan kritis, kontruktif dan harus berperan sebagai evaluator dan edukator publik untuk mendorong keberperanan semua unsur pentahelix bagi keberlanjutan Citarum tetap harum.
Menyoal keberlanjutan Citarum Harum, hakekatnya adalah menyoal tanggung jawab kita semua. Mencintai Citarum dan merawatnya tetap harum adalah aksi nyata bela negara, sebagai jihad lingkungan bagi masyarakat Jawa Barat dan Indonesia. Semoga Citarum tetap harum selamanya !
Alhamdulilah saat ini sudah ada perubahan signifikan, meski belum optimal. Hasil uji lab terakhir pada 2021, kadar air Sungai Citarum sudah di status “tercemar ringan” dari semula “tercemar berat”. Hulu Citarum (Cisanti) sudah pulih berkat reboisasi. Di beberapa anak sungai, ikan-ikan sudah mulai hidup. Bahkan, anak-anak sudah bisa berenang riang.
Saat awal-awal program Citarum Harum dimulai segenap komponen strategis masyarakat Jawa Barat diluar unsur pemerintah, yaitu akademisi, komunitas, media dan unsur bisnis demikian antusias dan support atas program tersebut. Namun saat ini dirasakan mulai melemah. Semangat positif tersebut harus ditumbuh suburkan kembali.
Program Citarum Harum mendapat dukungan Presiden Joko Widodo yang mengeluarkan Perpres Nomor 15 tahun 2018 tanggal 14 Maret 2018 tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum.
Kerusakan lingkungan tidak bisa dilepaskan dari pandangan hidup dan pandangan dunia (world view) dari manusia modern yang terjebak paham materialisme, pragmatisme, kapitalisme, dan antroposentris. Yang selanjutnya melahirkan perilaku eksploitatif, destruktif, dan tidak bertanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan.
Perilaku manusia seperti itu menjadi faktor penentu penyebab terjadinya permasalahan lingkungan, terutama ketersediaan air di Indonesia saat ini. Pada sisi yang lain, sumber permasalahan juga karena ada saham pemerintah yang mempermudah ijin perusahaan berkembang tanpa dorongan atau paksaan untuk menjaga dan melestarikan lingkungan utamanya terhadap sumber air.
Jihad lingkungan harus terus menerus diviralkan, disuarakan, dan diperjuangkan dengan sepenuh hati hingga ada kesadaran (awareness) untuk bertanggung jawab melestarikannya. Jihad menjaga dan melestarikan lingkungan hidup, sesungguhnya sudah disuarakan Nahdlatul Ulama dalam keputusan Muktamar ke-29, di Cipasung, Tasikmalaya, Jawa Barat, pada tahun 1994. Dalam muktamar itu, diputuskan bahwa pencemaran lingkungan, baik udara, air maupun tanah, apabila menimbulkan dlarar (kerusakan), maka hukumnya haram dan termasuk perbuatan kriminal (jinayat).
Secara ideal, semestinya segenap komponen strategis bangsa sebagaimana diamanatkan dalam Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2018 tentang Aksi Nasional Bela Negara mendorong penggunaan model strategi pentahelix yang melibatkan elemen academics, government, business, community, and media (AGBCM) yang diterjemahkan sebagai pemerintah, dunia pendidikan, dunia usaha, komponen masyarakat, dan media.
Penggunaan model pentahelix ini juga diharapkan dapat meningkatkan rasa kebersamaan segenap bangsa dan warga negara dalam mengatasi masalah yang besar, termasuk Ciatum. Merupakan smart power sebagai perwujudan aksi bela negara yang berbasis budaya dan kearifan lokal melalui penerapan skill, strategi, sistem, dan struktur dalam mencapai target yaitu kesejahteraan rakyat.
Tujuan sinergi adalah memengaruhi perilaku orang secara individu maupun kelompok untuk saling berhubungan melalui dialog konstruktif untuk keberhasilan bersama. Sinergi adalah saling mengisi dan melengkapi perbedaan untuk mencapai hasil yang lebih besar.
Bersinergi berarti saling menghargai perbedaan ide, pendapat dan bersedia saling berbagi. Unsur pemerintah dengan Satgas Citarum Harum, yang mewadahi unsur Pemprov Jabar, Kodam 3 Siliwangi, Polda Jabar, Kejaksaan dan unsur pemerintah lainnya sebagai leading sektor pemilik program dan anggaran diharapkan memiliki komitmen dan kebijakan yang kuat untuk melakukan gerakan kolaborasi dengan melibatkan komponen strategis lainnya secara signifikan.
Unsur akademisi dengan kepakarannya diharapkan dapat memberikan terobosan-terobosan inovatif, kajian aplikatif termasuk turut melibatkan dosen dan mahasiswa sebagai relawan dalam mensosialisasikan program Citarum Harum, melalui berbagai program yang menyentuh masyarakat.
Unsur pelaku bisnis, terutama bisnis yang terkait dengan sungai Citarum, perlu kita dorong agar mau menjalankan bisnis yang baik dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan. Berkomitmen tidak membuang dan mencemari sungai karena pertimbangan ekonomis semata.
Unsur media diharapkan mampu menebar virus bela negara melalui informasi dan edukasi termasuk dalam membangun kesadaran bahwa merawat sungai adalah merawat peradaban. Media juga harus menjadi kekuatan kritis yang kontruktif untuk mengawal program Citarum harum tetap pada rel yang benar .
Unsur komunitas yang hadir di tengah-tengah masyarakat memiliki peran penting karena langsung ada ditengah-tengah masyarakat untuk turut memberi contoh aksi nyata dan menebar virus bela negara merawat alam, dengan memberi pemahaman menjaga alam dan tidak merusak alam utamanya sungai Citarum.
Keberhasilan sinergi pentahelix akan berhasil optimal jika semua pihak mau dan mampu berkolaborasi, terlebih unsur pemerintah mampu merangkul segenap elemen pentahelix lainnya bukan sebagai subordinasi dan objek semata serta mampu menjadi integrator dan konduktor yang menyatukan segenap potensi yang ada.
Jadikan semua komponen yang terlibat sebagai mitra kreatif dan kontruktif bagi turut tercapainya hasil optimal, sejalan dengan lokal wisdom sunda, “Sareundeuk saigel sabobot sapihanean sabata sarimbagan”. Yang pesan utamanya mari satukan hati, visi, strategi dan komitmen bagi suksesnya Citarum Harum, tidak sekedar proyek semata, namun filofosi kita semua dalam merawat dan melestarikan sungai sebagai urat nadi kehidupan manusia.
Dari perspektif manajemen untuk keberhasilan program tersebut tentu diperlukan kesungguhan dengan melakukan perubahan besar terkait aspek regulasi, struktural dan tentu aspek kultural dalam program yang komprehensif. Aspek kultural adalah hal tersulit karena terkait perilaku budaya tertib dan bersih dari masyarakat bahkan perilaku dunia industri yang masih menjadi penyumbang masalah terbesar pencemaran Citarum.
Jihad lingkungan untuk mengubah Citarum kembali bersih dan asri tentu memerlukan strategi total action agar ikhtiar besar tersebut dapat tercapai. Memang bukan hal yang mudah, tetapi bukan hal yang tidak mungkin jika ada totalitas dan kesungguhan dari semua pihak bagi kepentingan bangsa.
Itu semua karena di masa depan sumber daya air akan menghadapi tantangan besar di mana sumber daya air yang tersedia tidak bisa mengimbangi ledakan populasi penduduk. Hal itu berpotensi menimbulkan bencana dan wabah penyakit akibat kurang dan kotornya sumber daya air.
Sungai diibaratkan sebagai urat nadi dalam tubuh manusia, sementara air mengalir dalam urat nadi tersebut adalah seumpama darah. Tanpa urat nadi darah, tidak mungkin mengirimkan berbagai zat makanan yang dibutuhkan oleh semua bagian tubuh manusia. Demikian juga tanpa sungai atau apabila sungai sudah tercemar, maka manusia akan sulit mendapatkan air yang layak, namun juga akan mahal.
Belajar dari Mesir yang dilintasi Sungai Nil, sungai yang melintasi 17 negara, namun kebersihan airnya tetap terjaga. Sehingga, sungai berperan sebagai sumber kehidupan dan juga destinasi wisata. Salah stu best practice dari Mesir dalam menjaga Sungai Nil tetap bersih dan asri adalah adanya pengacara sungai yang sigap melakukan tuntutan hukum bagi yang melanggar kebersihan dan keasriannya.
Artinya, ada kesungguhan pemerintah Mesir untuk melakukan penegakan hukum bagi pelanggar aturan lingkungan. Selain adanya komitmen masyarakat untuk melestarikan dengan tidak membuang sampah dan limbah. Sesungguhnya, air memegang peranan penting dalam sejarah peradaban manusia.
Hal ini terbukti dari kilasan sejarah manusia bahwa peradaban manusia dimulai dari selalu berasal dari delta sungai seperti peradaban Sungai Huangho di China, peradaban Sungai Nil di Mesir, peradaban Mesopotamia di delta Sungai Tigris, Irak, dan lainnya. Hal tersebut terus berlanjut hingga sekarang dan kelak di masa depan. Peradaban manusia berjaya mengikuti sumber air.
Mesopotamia yang disebut sebagai awal peradaban berada di antara Sungai Tigris dan Euphrates. Peradaban Mesir Kuno bergantung pada Sungai Nil. Pusat-pusat manusia yang besar seperti Rotterdam, London, Montreal, Paris, New York City, Shanghai, Tokyo, Chicago, dan Hong Kong mendapatkan kejayaannya sebagian karena adanya kemudahan akses melalui perairan. Kerusakan lingkungan tidak bisa dilepaskan dari pandangan hidup dan pandangan dunia (world view) dari manusia modern yang terjebak paham materialisme, pragmatisme, kapitalisme, dan antroposentris. Yang selanjutnya melahirkan perilaku eksploitatif, destruktif, dan tidak bertanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan.
Perilaku manusia seperti itu menjadi faktor penentu penyebab terjadinya permasalahan lingkungan, terutama ketersediaan air di Indonesia saat ini. Pada sisi yang lain, sumber permasalahan juga karena ada saham pemerintah yang mempermudah privatisasi terhadap sumber air. Sehingga, hampir setengah mata air di Indonesia justru dieksploitasi oleh perusahaan swasta untuk memproduksi air mineral dalam kemasan. Sementara itu, kemiskinan berjalan erat dengan ketidakadilan dan kepentingan ekonomi dan politik jangka pendek juga telah memperparah kerusakan alam dan lingkungan. Sejatinya manusia sebagai bagian dari alam seharusnya berusaha menempatkan diri untuk saling mengisi satu sama lain dengan makhluk hidup yang lain.
Namun, yang masih terlihat nyata, kini justru sumber daya alam banyak dimanfaatkan hanya untuk kepentingan pribadi atau kelompok sehingga menimbulkan permasalahan lingkungan. Ke depan permasalahan lingkungan tersebut akan menjadi ancaman bagi kehidupan yang semakin parah di kemudian hari. Kita semua harus berani dan tegas mengatakan tidak kepada pihak-pihak perusak bahkan pendukung perusak lingkungan. Kalau perlu harus segera dibereskan.
Jihad lingkungan harus terus menerus diviralkan, disuarakan, dan diperjuangkan dengan sepenuh hati hingga ada kesadaran (awareness) untuk bertanggung jawab melestarikannya. Jihad menjaga dan melestarikan lingkungan hidup, sesungguhnya sudah disuarakan Nahdlatul Ulama dalam keputusan Muktamar ke-29, di Cipasung, Tasikmalaya, Jawa Barat, pada tahun 1994. Dalam muktamar itu, diputuskan bahwa pencemaran lingkungan, baik udara, air maupun tanah, apabila menimbulkan dlarar (kerusakan), maka hukumnya haram dan termasuk perbuatan kriminal (jinayat).
Keputusan muktamar ini bukan saja menetapkan hukum haram, tetapi juga mengategorikan sebagai kriminal alias masuk juga dalam ranah hukum positif. Dengan begitu, merusak lingkungan bukan saja mendapatkan stempel “haram” dari agama, tetapi harus mendapatkan “hukuman” yang setimpal dari negara.
Tentu jihad melestarikan lingkungan (jihad bi’ah) dengan tetap berpedoman pada kaidah tasawuth (moderat), tasamuh (toleran), tawazun (seimbang), dan amar ma’ruf nahi munkar. Semua ini sebagai bentuk cinta tanah air dan menjaga jati diri bangsa tercinta. Kita sebagai warga negara yang baik senantiasa harus menjadi bagian dari solusi (a part of solution) terhadap masalah lingkungan, bukan menjadi bagian dari masalah (a part of problem). Sejalan dengan pesan Nabi Muhamad SAW, “manusia yang baik adalah manusia yang kehadirannya senatiasa memberi manfaat”. Semoga
Ditulis oleh:
DR. Eki Baihaki, M.Si
Citarum Institute, Akademisi Unpas
Discussion about this post